Rabu, 27 Januari 2016

ETNOGRAFI TENTANG KEBUDAYAAN TARAWANGSA

ETNOGRAFI TENTANG KEBUDAYAAN TARAWANGSA
BERDASARKAN 7 UNSUR KEBUDAYAAN
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
ANTROPOLOGI
Dosen : Dr. Tatang Abdulah S.Sn , M.Hum.
Disusun Oleh:
Kelompok 1
1.      Oktiviani Sundari                              20141510073
2.      Nurul Aulia H.                                   20151510011
3.      Dini Legiyawati                                 20151510020
4.      Elfira Kemalasari                              20151510046
5.      Brilian Tito Pratama                         20151510049


PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS SOSIAL DAN SASTRA
UNIVERSITAS KEBANGSAAN
BANDUNG
Tahun 2015/2016


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan hasil penelitian Antropologi Tentang “Kebudayaan Tarawangsa” dapat kami susun dengan baik. Kami juga mngucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.Tatang Abdulah S.Sn , M.Hum selaku dosen pembimbing atas dukungan moral dan materi dalam menyusun laporan ini. Susunan laporan penelitian  ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Sastra Universitas Kebangsaan. Diharapkan dengan penyusunan laporan ini, pemahaman kami tentang kebudayaan-kebudayaan di Indonesia beserta kajiannya dapat semakin dalam.
Apabila dalam penulisan laporan ini terdapat kesalahan kami mohon maaf, dan kami berharap kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi terwujudnya laporan hasil penelitian agar lebih baik lagi.




                                                                                    Bandung, 18  Januari 2016
                                                                                                                                   
                                                                                                  





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................  i
DAFTAR ISI.......................................................................................................  ii

BAB. I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang................................................................................ 1
1.2    Tujuan............................................................................................. 1
1.3    Rumusan Masalah........................................................................... 1

BAB. II Tarawangsa............................................................................................. 2
2.1    Kebudayaan Tarawangsa................................................................ 2
2.2    Klasifikasi Tarawangsa………………………………………..…. 2

2.3     Seni Tarawangsa Berdasarkan Unsur Kebudayaan...……………. 3
2.4     Dokumentasi …………………………………………………….. 5

BAB. IV PENUTUP
4. 1   Kesimpulan……………………………………………………… 6
4.2    Saran  ............................................................................................. 6

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................  7


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan banyaknya pulau tersebut, Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang sangat banyak sekali. Perkembangan budaya Indonesia telah dimulai sejak nenek moyang kita terdahulu. Beberapa tahun belakangan ini, kebudayaan di Indonesia berada dalam masa yang mengecewakan, dimana banyak budaya kita yang lepas dari genggaman kita. Namun, masih ada daerah daerah di Indonesia yang tetap menjaga kebudayaan dari nenek moyang tersebut, salah satunya adalah kebudayaan di daerah Sumedang yakni kesenian Tarawangsa. Kami telah mencoba melakukan survei secara langsung dan melakukan wawancara terhadap beberapa sesepuh daerah tersebut.
1.2 Tujuan
1.      Agar menyadarkan kita betapa beragamnya budaya Indonesia
2.      Agar kita tetap menjaga kebudayaan kita yang unik ini
3.      Mengetahui unsur-unsur budaya yang terkandung dalam seni Tarawangsa

1.3 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Tarawangsa?
2.      Apa fungsi atau tujuan dari kegiatan Tari Tarawangsa
3.      Bagaimana Tarawangsa itu berdasarkan unsur-unsur kebudayaan



BAB II
Tarawangsa
2.1   Kebudayaan Tarawangsa
Tarawangsa adalah seni kebudayaan tradisional khas daerah rancakalong cijere Kabupaten Sumedang. kesenian Tarawangsa terjaga turun temurun di Dusun Cijere Desa 9 Nagarawangi. Istilah Tarawangsa sendiri memiliki dua pengertian alat musik gesek yang memiliki dua dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi dan nama dari salah satu jenis musik tradisional Sunda. Alat music yang di pakai yakni Kecapi(jentreng) dan Rebab(tarawangsa). Pada mula sejarahnya, nama tarawangsa itu merupakan jenis alat music menyerupai rebab, namun penyebaran islam dari Arab dan India yang membawanya hingga ke tanah sunda.
Kesenian Tarawangsa hanya dapat ditemukan di beberapa daerah tertentu di Jawa Barat, yaitu di daerah Rancakalong (Sumedang), Cibalong, Cipatujah (Tasikmalaya Selatan), Banjaran (Bandung), dan Kanekes (Banten Selatan). Dalam kesenian Tarawangsa di daerah Cibalong dan Cipatujah, selain digunakan dua jenis alat yakni kecapi dan rebab, juga dilengkapi dengan dua perangkat calung rantay, suling, juga nyanyian. Alat musik pokok kesenian tarawangsa terdiri dari tarawangsa dan jentreng.
2.2   Klasifikasi Tarawangsa
Menurut sistem klasifikasi Curt Sachs dan Hornbostel, Tarawangsa diklasifikasikan sebagai Chordophone, sub klasifikasi neck-lute, dan Jentreng diklasifikasikan juga sebagai Chordophone, sub klasifikasi zither. Sedangkan menurut cara memainkannya, tarawangsa diklasifikasikan sebagai alat gesek dan jentreng diklasifikasi sebagai alat petik. Alat musik tarawangsa terbuat dari kayu kenanga, jengkol, dadap, dan kemiri. Dalam ensambel, tarawangsa berfungsi sebagai pembawa melodi (memainkan lagu), sedangkan jentreng berfungsi sebagai pengiring (mengiringi lagu).
Pemain tarawangsa hanya terdiri dari dua orang, yaitu satu orang pemain tarawangsa dan satu orang pemain jentreng. Semua Pemain Tarawangsa terdiri dari laki-laki, dengan usia rata-rata 50 – 60 tahunan. Mereka semuanya adalah petani, dan biasanya disajikan berkaitan dengan upacara padi, misalnya dalam ngalaksa, yang berfungsi sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Dalam pertunjukannya ini biasanya melibatkan para penari yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka menari secara teratur. Mula-mula Saehu/Saman (laki-laki), disusul para penari perempuan. Mereka bertugas ngalungsurkeun (menurunkan) Dewi Sri dan para leluhur. Kemudian hadirin yang ada di sekitar tempat pertunjukan juga ikut menari. Tarian tarawangsa tidak terikat oleh aturan-aturan pokok, kecuali gerakan-gerakan khusus yang dilakukan Saehu dan penari perempuan yang merupakan simbol penghormatan bagi dewi padi. Menari dalam kesenian Tarawangsa bukan hanya merupakan gerak fisik semata-mata, melainkan sangat berkaitan dengan hal-hal metafisik sesuai dengan kepercayaan si penari. Oleh karena itu tidak heran apabila para penari sering mengalami trance (tidak sadarkan diri).
2.3   Seni Tarawangsa Berdasarkan Unsur Kebudayaan
·         Bahasa
Bahasa sehari-hari yang digunakan dalam daerah tersebut adalah bahasa Sunda, begitu juga dengan bahasa pada saat acara Tarawangsa.
·         Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuannya turun temurun dari nenek moyang dan masih dipertahankan dan diterapkan hingga sekarang. Untuk sistem pengetahuan saat ini sudah mulai modern, adanya pendidikan selayaknya warga seluruh Indonesia sudah dirasakan disana.
·         Organisasi Sosial
Kekompakan dalam daerah tersebut masih terjalin, bahkan saat diadakannya acara tersebut karna ada dorongan dalam diri masing-masing, mereka dengan suka cita datang dan ikut meramaikan acara tersebut. Terdapat organisasi pemain musik, serta ibu-ibu yang ikut membantu acara dan ada juga sesepuh-sesepuh yang memimpin acara. Pada saat ada undangan acara Tarawangsa di tempat lain, orang-orang itulah yang mengelola acara tersebut dengan di pasrahkannya acara dari tuan rumah/pemilik hajat
Organisasi di daerah tersebut juga sama seperti desa-desa lainnya yakni adanya kepala desa/lurah, rt, rw dan warganya sebagai anggota dalam organisasi.
·         Sistem Peralatan Hidup Dan Teknologi
Sistem peralatan hidup daerah Rancakalong sudah mengenal teknologi modern dan sudah menggunakan peralatan selayaknya desa-desa yang sudah maju. Bahkan teknologi yang digunakan dalam acara tersebut juga menggunakan teknologi pengeras suara (modern).
Rumah-rumah di daerah itu juga sudah ada yang modern, bahkan jarang ditemukan rumah-rumah model lama(jaman dulu).
·        Sistem Mata Pencaharian Hidup
Di daerah ini mata pencaharian warganya adalah bercocok tanam atau petani, sebagian besar bertanam padi dan ada juga yang memelihara ikan dikolam dan karet.
·         Sistem Religi
Pada zaman dahulu di daerah tersebut menganut kepercayaan sunda wiwitan namun seiring berkembangnya waktu dan berkembang pesatnya agama islam, daerah tersebut banyak menganut agama islam, bahkan mayoritas agamanya islam.
·        Kesenian
Kesenian yang di terapkan pada acara tarawangsa adalah tari-tarian yang terdiri dari beberapa wanita dan beberapa laki-laki. Namun, pada saat menari tidak secara bersamaan. Maksudnya dibagi menjadi dua kelompok, yakni jam 20.00 – 00.00 untuk kaum wanita dan 00.00-3.00 untuk kaum laki-laki. Seni yang menarik pada saat berlangsungnya acara adalah dimana penari-penari tersebut tidak sadar atau “kerasukan”. Yang konon katanya, roh yang masuk dalam tubuh penari tersebut adalah roh dewi sri (dewi padi). Penari dengan luwes melenggak lenggokkan badannya seakan pandai menari padahal notabennya bukan penari atau tidak bisa menari.Seni lain yang dapat kita ambil adalah sesaji yang dihidangkan untuk roh dewi sri berupa nasi liwet, bunga, jajanan atau makanan ringan dan lain-lain layaknya makanan untuk manusia. keunikan sudah mulai langka di Indonesia.
Selanjutnya ada juga sepasang boneka yang berbentuk pngantin pria dan wanita yang di keluarkan dari goa (nama untuk penyimpanan) pada saat puncak acara.
Alat yang digunakan dalam kesenian tersebut adalah rebab dan kecapi


  
2.4 Dokumentasi



      ( Penari Ibu ibu )                                   ( Proses Penyiapan Sesajen )


               

( Terjadinya Kesurupan pada saat menari )






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tarawangsa sendiri adalah nama alat music. Kesenian tarawangsa adalah kesenian khas jawa barat tepatnya daerah rancakalong kabupaten sumedang yang dibuat dalam rangka syukuran atas hasil panen yang di persembahkan untuk dewi sri atau dewi padi yang pada kegiatannya tarawangsa merupakan tari tarian yang diiringi oleh dua alat music. Pada dasarnya daerah rancakalong tersebut memang sudah dipengaruhi oleh budaya modern dan campuran dari kebudayaan daerah lain, namun tarawangsa masih tetap dilakukan dan dijaga oleh warga daerah tersebut.
Hal tersebut menjadi keunikan dan cirikhas sumedang tepatnya desa rancakalong. Dan menjadi suatu kebangaan bagi kita. Masih ada dan kokoh terjaga.

3.2 Saran
                  Hal-hal yang unik dalam kegiatan tarawangsa perlu dilestarikan dan terus dijaga, jika bukan kita yang menjaga siapa lagi, bahkan banyak bangsa lain yang ingin mengklaim budaya-budaya asli Indonesia, kenapa kita sebagai bangsa inidonesia tidak bangga dan mau menjaganya?. Bukan hanya tarawangsa, banyak budaya-budaya unik yang perlu dilestarikan, kita jaga dan pertahankan, serta perlu perhatian dan dukungan dari pemerintah.





Minggu, 08 Maret 2015

Secret Of Batik

Batik 
Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknikteknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait 


Sejarah Teksnik Batik
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakanmalam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkoksemasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba diNigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[2]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelahPerang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[3]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain,J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti TorajaFlores,Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[4]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di KediriJawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan SirThomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Wilayah Persekutuan Malaysia juga membawa Batik bersama mereka.

Budaya Batik
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keratonYogyakarta dan Surakarta.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB

Cara Pembuatan Batik
  • Pertama - tama siapkan alat dan bahan terlebih dahulu
    Alat :
    panci dan kompor untuk memanaskan lilin
    canting ini terbuat dari kuningan, dan ada 3 jenis canting yaitu ; Canting Tembokan, Canting Klowong, dan Canting Cecek  
    Gawangan untuk menyimpan kain mori agar tidak kotor 
    Pewarna alami dan pewarna buatan 

    Canting 
    Gawangan 
    Panci dan kompor  

    Bahan : 
    Kain Mori 
    Lilin (Malam) yang dicairkan 

                                                                                 Larutan pewarna 
    kain mori 


    Lilin atau malam 
  • Langkah pertama adalah membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam penentuan motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti motif-motif umum yang telah ada. Motif yang kerap dipakai di Indonesia sendiri adalah batik yang terbagi menjadi 2 : batik klasik, yang banyak bermain dengan simbol-simbol, dan batik pesisiran dengan ciri khas natural seperti gambar bunga dan kupu-kupu. Membuat design atau motif ini dapat menggunakan pensil. 
    membuat desain batik di atas kain mori 
  • Setelah selesai melakukan molani, langkah kedua adalah melukis dengan (lilin) malam menggunakan canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut. 
    proses kedua yaitu pencantingan



    • Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
      • Tahap berikutnya, proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencoletkan kain tersebut . 
        proses pewarnaan dengan teknik colet

      • Setelah itu kemudian di angin - anginkan di tempat yang teduh 
      • kemudian setelah diwarna, dilanjutkan proses penutupan dengan malam agar warna yang sudah di colet tidak tecampur oleh warna yang lainnya 
      • Proses berikutnya, pencelupan warna dasar 
        proses pencelupan warna dasar


         
    • Proses selanjutnya adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis (lilin tidak sepenuhnya luntur). Setelah selesai, maka batik tersebut telah siap untuk digunakan.
      proses ngolorot atau menghilangkan lilin 
    • Proses terakhir adalah mencuci kain batik tersebut dan kemudian mengeringkan dengan menjemurnya sebelum dapat digunakan 
    • Dan ini hasil akhirnya 
      hasil akhir kain batik